Selasa, 25 Juli 2023

KB ALA NAZI

Seorang anggota SS dan sekumpulan gadis dari BDM (Bund Deutscher Mädel, atau Liga Da­ra Jerman). Besarnya angka hubungan di luar nikah di kalangan BDM menimbulkan sejumlah lelucon jorok tentang kepanjangan nama organisasi itu  seperti ”Bald Deutscher Mütter” (”Segera Menjadi Ibu Jerman”), ”Bubi drück Mich” (”Tindih aku, Yang”), ”Bedarfsartikel Deutscher Männer” (”Barang Milik Pria Jerman”), atau ”Bund Deutscher Milchkühe” (”Liga Susu Pe­ras Jerman”)


Oleh Nino Oktorino

Kaum Nazi (Nationalsozialis) Jerman pimpinan Adolf Hitler tidak mengenal hak asasi orang lain. Eropa hendak mereka ubah menjadi Walhalla (balairung megah) Jerman, yang khusus hanya akan dihuni oleh ras super, keturunan bangsa Aria (orang Eropa murni yang bukan keturunan Yahudi). Untuk itu, jutaan orang yang dianggap tidak super (termasuk penentang cita-cita gila itu) disingkirkan di berbagai kamp konsentrasi. Rakyat Jerman yang pro (atau yang melempem, pasrah saja) didorong untuk menjalankan program KB. KB-nya tidak berarti KB keluarga berencana seperti di Indonesia, tetapi KB dalam arti keluarga besar.


Bonus untuk keluarga beranak banyak

Untuk membawa penduduk Drittes Reich (“negara ketiga” impian kaum Nazi) sampai mencapai jumlah yang diinginkan Hitler (120 juta jiwa pada tahun 1980), para pejabat ditugaskan melakukan berbagai cara untuk mendorong angka kelahiran anak di kalangan rakyat. Cara yang paling umum ialah memberikan pinjaman uang kepada para pasangan suami-istri, ketika mereka menikah. Dengan kelahiran setiap anak, seperempat dari jumlah utang yang sudah mereka ambil dihapus. Jadi, keluarga yang sudah beranak empat tidak perlu membayar utang lagi. Keluarga beranak tiga atau lebih, juga menerima tunjangan bulanan sampai anak mencapai umur 21 tahun. Selain itu, keluarga besar juga memperoleh prioritas memiliki rumah yang layak di wilayah kota. Kegemaran Partai Nazi memberi medali bagi setiap jasa dan pelayanan kepada Drittes Reich juga diterapkan dalam program KB itu. Mereka memberi medali emas kepada setiap ibu yang “menyumbangkan” delapan anak atau lebih kepada negara.

Penghargaan medali "Mother's Cross" yang menghasilkan lebih dari empat anak bagi program "KB" Hitler.


Ketika PD II meletus dan Jerman terlibat perang, tuntutan kaum Nazi agar para keluarga Jerman menghasilkan anak lebih banyak lagi, semakin meningkat. Seperti dikatakan Reichsfuhrer SS (pemimpin Schutstaffel) Heinrich Himmler yang ditunjuk memimpin program KB itu, setiap keluarga harus mempunyai empat orang anak. Dua orang biar mati menjadi mangsa peluru di medan perang, dan sisanya harus melanjutkan keturunan untuk partai. “Jangan lupa!” katanya patriotik, “Kekuatan senjata saja tidak akan menjamin eksistensi suatu bangsa. Sumber kesuburan yang tiada habisnya juga perlu! Bersikaplah sesuai dengan itu, sehingga kemenangan senjata Jerman bisa diikuti oleh kemenangan anak-anak Jerman.”

Bersamaan dengan itu, Himmler juga giat berkampanye untuk menentang setiap praktik yang menghambat angka kelahiran. Memakai kontrasepsi, melakukan aborsi, memelihara binatang rumahan (seharusnya memelihara anak), dan melakukan homoseksual dianggap kejahatan terhadap nusa dan bangsa. Himmler bersikap keras terhadap kaum homoseks. Keponakannya sendiri (seorang perwira SS fanatik) yang terjerumus dalam “kejahatan” itu, dia jatuhi hukuman mati di kamp konsentrasi Dachau. Ia khawatir sekali memikirkan kerusakan yang akan timbul akibat perang terhadap sumber genetik bangsa Jerman. Para prajurit (keturunan yang paling baik) bisa terbunuh dalam jumlah besar, sehingga bisa mengancam masa depan bangsa Jerman. Bunga bangsa satu generasi sudah hancur dalam PD I sebelumnya, dan kini suatu generasi lainnya akan terancam. Jadi, ketika PD II pecah tahun 1939, Himmler melakukan berbagai tindakan luar biasa untuk mencegah bencana semacam itu.

Merendahkan martabat

Beberapa tahun sebelum PD II pecah, Himmler sudah memerintahkan Kantor Ras dan Pemukiman Kembali SS, untuk menyusun program penciptaan ras unggul dalam jumlah besar. Jumlahnya 600 resimen dalam waktu 30 tahun. Untuk itu, para pejabat program Lebensborn (Sumber Kehidupan) membangun ratusan ribu rumah bersalin di seluruh Jerman Raya, dan mendorong semua wanita muda (baik yang sudah menikah maupun yang belum) untuk menghasilkan anak sebagai tugas mulia bagi sang Fuhrer Adolf Hitler.

Para wanita muda yang dari segi ras sangat berharga, didorong untuk berhubungan intim dengan anggota pasukan SS yang asal-usulnya sebagai ras “Aria” telah diketahui dengan pasti. Menurut kaum Nazi, ras Aria adalah orang Eropa Utara asli. Himmler juga memerintahkan para anggota SS untuk menghasilkan banyak anak dari istrinya. Jika perlu juga diberi surat tugas untuk lebih dulu meniduri para wanita berusia 30 tahun ke atas (yang tidak beranak), sebelum menghadapi maut di medan perang. Himmler menjamin, anak-anak haram hasil hubungan di luar nikah itu dianggap sah. Anggota SS menanggapi perintahnya dengan patriotik. “Kini tidak ada rasa malu lagi untuk mempunyai anak haram!” tulis seorang prajurit SS kepada teman gadisnya. “Ini hadiah besar yang menggembirakan bagi ibu Jerman!”

Seorang wanita yang telah diindoktrinasi menyatakan, “Kami akan melupakan diri untuk memperoleh pengalaman emosional yang berbunga-bunga dalam menghasilkan anak, dengan menemani tidur para pemuda sehat, tanpa perlu memikirkan pernikahan.” Untuk membuat anggota SS bisa berhubungan dengan para wanita, diselenggarakan pertemuan sosial oleh sejumlah organisasi Nazi. Pertemuan seperti ini terjadi di kamp olahraga, balai pertemuan, dan rapat akbar tahunan Partai Nazi di Neurenberg. Pernikahan biologis (kata pemanis bagi hubungan zinah itu) pada rapat akbar tahun 1936 menghasilkan hampir 1.000 kehamilan patriotik.

Dua orang perawat di sebuah fasilitas Lebensborn. Mereka juga harus menyumbangkan anak di fasilitas "peternakan manusia SS" tersebut.

Wanita yang mengandung anak dari seorang pemuda yang tidak diragukan rasnya, atau (lebih baik lagi) dari seorang perwira SS, berhak melahirkan anaknya di pusat Lebensborn yang mewah. Di antaranya banyak yang berupa hotel peristirahatan, tempat pemandian air panas alami, atau vila mewah hasil sitaan. Orang Jerman yang masih waras, dan tidak setuju dengan gerakan sinting Himmler, menyebut rumah bersalin biologis semacam itu rumah peternakan manusia. Kalau sang ibu tidak ingin merawat anak haramnya, para pengurus Lebensborn akan menyerahkannya kepada keluarga yang mau. Acap kali, ayah kandung anak haram itulah yang mengadopsinya, agar ia terlihat meningkat jumlah anggota keluarganya, sesuai dengan keinginan Adolf Hitler. Ia pasti tambah gembira!

Menculik anak

Setelah menyerbu Polandia, Himmler benar-benar meningkatkan program Lebensborn-nya. Meskipun secara etnik orang Polandia itu keturunan bangsa Slavia, yang menurut ideologi Nazi bukan ras super, namun penampilan fisik anak Polandia yang berambut pirang dan bermata biru itu meyakinkan Himmler bahwa mereka berdarah Nordik (salah satu bagian dari ras kulit putih Eropa Utara). Karena itu, ia manyarankan kepada Hitler agar anak-anak seperti itu yang sudah berusia antara 6-10 tahun dibawa ke Jerman dan dibesarkan sebagai orang Jerman. Hitler setuju. Hasilnya, lebih dari 200.000 anak Polandia diambil paksa untuk dijermanisasikan.

Fridda dari grup musik legendaris ABBA, merupakan salah satu anak yang dihasilkan program Lebenborn.


Kebanyakan anak yatim piatu, anak prajurit Polandia yang gugur di medan perang, atau anak haram dari hubungan gelap wanita Polandia dan pria Jerman penakluknya. Beberapa di antara mereka mau saja dijermanisasikan, dengan harapan bisa memperoleh kehidupan yang lebih baik. Tetapi yang lain terpaksa mau, karena takut dihukum penguasa Nazi. Banyak pula yang diculik secara paksa. Ketika mereka menyelamatkan diri dari sweeping pasukan SS, kaum Nazi mengerahkan para wanita yang sudah dilatih secara khusus sebagai penculik, untuk “mengamankan” mereka. Dengan cara ini, Himmler berharap dapat meningkatkan penduduk Jerman keturunan Nordik dengan 30 juta orang tambahan pada tahun 1980.

Kenyataannya, tidak begitu! Program Nazi untuk memperbanyak penduduk Jerman, tidak bisa mengganti jumlah korban militer dan sipil Jerman dalam perang. Jumlahnya mencapai 6.000.000 orang sebelum perang berakhir. Perang berakhir terlalu cepat, sebelum anak-anak hasil program KB Nazi itu sempat dikirim ke garis depan. Tetapi sebaliknya, ribuan orang kehilangan masa kecilnya yang bahagia, keluarganya, bahkan nyawanya. Alih-alih memberi kemenangan bagi anak-anak impian Hitler, kaum Nazi menyebar maut dan kesengsaraan saja.

[Artikel ini pernah diterbitkan di majalah Intisari, Desember 2000]









Tidak ada komentar:

Posting Komentar