Minggu, 07 Desember 2014

SETAN HIJAU: Kisah Pasukan Payung Jerman, 1935-1945


Penulis                    Nino Oktorino
Judul                       Setan Hijau
Subjudul                 Kisah Pasukan Payung Jerman, 1935-1945
Penerbit                  Elex Media Komputindo
Editor                     Eko Nugroho
Ukuran                   14 x 21 cm
Halaman                 224
ISBN/EAN            9786020254500

"Pasukan payung adalah para pejuang yang paling ampuh dalam tentara Jerman." 
—Adolf Hitler

Mendarat secara tiba-tiba dan tanpa peringatan di medan laga dengan parasut ataupun pesawat layang yang dirancang secara khusus, Fallschirmjager merupakan mesin militer Hitler yang ampuh dalam merebut sasaran-sasaran strategis di garis belakang lawan, yang kemudian mereka pertahankan mati-matian hingga kedatangan barisan utama dari pasukan penyerang. Dalam berbagai pertempuran sengit di Eropa Barat, Skandinavia, Kreta, Afrika Utara, Front Timur, dan Italia, mereka bertempur dengan gagah berani sekalipun menderita kerugian besar. Sering kali nyaris dihancurkan, mereka selalu dapat menyusun kekuatan kembali dan terus bertempur dengan garang hingga keruntuhan Reich Ketiga. Kesetiaan mereka terhadap unit dan rekan-rekan seperjuangannya serta kegigihan mereka di medan laga membuat mereka dihormati kawan dan lawan. Inilah kisah pasukan lintas udara Jerman dalam Perang Dunia II. 

Kamis, 20 November 2014

LEMBAH KEMATIAN



Penulis                    Nino Oktorino
Judul                       Lembah Kematian
Subjudul                 Tragedi Kekalahan Prancis di Dien Bien Phu
Penerbit                  Elex Media Komputindo
Editor                     Eko Nugroho
Ukuran                   14 x 21 cm
Halaman                 200
ISBN/EAN             6020251535/9786020251530

Hormat bagi Dien Bien Phu dan kalian semua,
para pria dan wanita yang cerdik nan berani
Saat kita mencekik musuh dengan sebuah sabuk baja
Kita, para prajurit yang penuh semangat,
mengabaikan tembakan meriam, bom dan napalm

Dan kalian, agresor yang biadab, kalian akan dikalahkan ...
Tidak lama Iagi, suatu senyum abadi dari bangsa yang dibebaskan
akan menghiasi perbukitan yang tandus ini ...


—Sebuah lagu mars Viet Minh

Dien Bien Phu. Sebuah tempat antah berantah di perbatasan Vietnam-Laos menjadi saksi mata penyebab berakhirnya penjajahan Prancis di lndocina. Panglima Prancis Jenderal Henri Navarre menantang kaum Komunis Viet Minh untuk menyerang basis yang dibangunnya jauh di dalam wilayah yang dikuasai musuh. Namun orang Prancis meremehkan fleksibilitas dan kebulatan tekad Jenderal Vo Nguyen Giap dan anak buahnya. Sekalipun garnisun Prancis bertempur dengan gagah berani, kesalahan fatal itu harus dibayar dengan mahal: sebuah bangsa Asia yang terjajah untuk pertama kalinya berhasil menimbulkan kekalahan militer yang memalukan terhadap sebuah kekuatan besar kolonialis kulit putih 

Minggu, 31 Agustus 2014

A Bridge Too Far: Neraka Pasukan Linud Inggris di Arnhem


Penulis                    Nino Oktorino
Judul                       A Bridge Too Far
Subjudul                 Neraka Pasukan Linud Inggris di Arnhem
Penerbit                  Elex Media Komputindo
Editor                     Eko Nugroho
Ukuran                   14 x 21 cm
Halaman                 184
ISBN/EAN             9786020247793/9786020247793

"Aku tidak akan mengatakan bahwa Arnhem adalah suatu kekalahan. Orang-orang seperti mereka tidak akan pernah dikalahkan. Mereka akan bertempur hingga tidak memiliki apa-apa untuk bertempur—dan kemudian tetap bertempur."
— Dick Ennis, pilot pesawat layang

Pertempuran Arnhem merupakan sualu titik balik dalam Perang Dunia II, sebuah perjudian yang dilakukan olah Marsekal Montgomery. Tiga divisi lintas udara dikerahkan untuk merebut sejumlah jembatan yang melintang di atas sungai-sungai besar di Belanda untuk mengujungtombaki serangan Sekutu ke Jerman sendiri. Apabila jembatan-jembatan tersebut berhasil direbut dan dipertahankan, dan jika pasukan darat Sekutu berhasil membebaskan pasukan lintas udara yang diteurjunkan di balik garis pertahanan Jerman itu, maka perang di Eropa akan berakhir pada Hari Natal 1944. Ternyata, operasi itu berubah menjadi sebuah bencana berdarah bagi Red Devils, pasukan payung elite lnggris ....

Rabu, 27 Agustus 2014

TANGKAP TITO, HIDUP ATAU MATI!

Pasukan payung SS melompat keluar dari pesawat layang mereka pada tahap awal serangan Jerman ke Drvar.


Oleh Nino Oktorino

Pada pagi hari, 25 Mei 1944, pukul 6.35 jam, Josip Broz Tito berdiri di depan pondok yang menjadi markasnya. Tempat yang berada di jurang berhutan sekitar Drvar, Bosnia, itu masih diselimuti kabut pagi. Pemimpin kaum Partisan itu sedang bersiap-siap untuk menghadiri pesta ulang tahunnya yang ke-52, yang akan diadakan oleh para petani setempat.

Tito dan stafnya di depan gua markas besarnya di Drvar, Mei 1944
Tiba-tiba, terdengar gemuruh pesawat-pesawat terbang Jerman, yang menjatuhkan bom dan memberondongkan kanon serta senapan mesinnya. Di tengah-tengah serangan udara ini, 40 pesawat layang meluncur turun ke atas Drvar. Mereka diikuti oleh pasukan payung yang melompat turun dari pesawat-pesawat angkut Ju-52 dan terjun dengan parasut. Secara keseluruhan, 600 prajurit payung elite Waffen-SS diterjunkan di Drvar. Sasaran mereka: menangkap atau menyingkirkan Tito dan stafnya

Tidak seperti para pemimpin gerilyawan anti-Nazi lainnya di Eropa yang dikuasai Hitler, Tito tahu bagaimana cara mengacaukan pasukan Jerman di Balkan: 300.000 Partisan Yugoslavia yang dipimpinnya merupakan kekuatan yang tangguh dan sangat aktif melawan pendudukan Poros selama tiga tahun lebih di negeri Balkan tersebut. Dengan cerdik, dia memosisikan anak buahnya di Drvar, sebuah kota Bosnia yang merupakan daerah perbatasan zona pengaruh Italia dan Jerman, karena tahu bahwa kedua kekuatan yang saling bersaing Poros itu tidak akan saling mengizinkan tentara sekutunya untuk memasuki zona pendudukan masing-masing.  

Setelah Italia membelot ke pihak Sekutu, Jerman sebenarnya memiliki lebih banyak kebebasan bergerak. Namun, kini Jerman harus bertempur di tiga front—Front Timur, Balkan, dan Italia—dan Tito meyakini bahwa Jerman tidak akan mampu melancarkan sebuah operasi anti-gerilya besar-besaran sebagaimana yang telah dilakukan pada masa sebelumnya.  
Perhitungan Tito sebagian tepat: Marsekal von Weichs, panglima Jerman di Balkan, tidak memiliki cukup pasukan untuk mengejar kaum Partisan ke wilayah berhutan atau pegunungan yang menjadi tempat persembunyian mereka. Karena itulah, satu-satunya cara yang diharapkan dapat melumpuhkan atau menghancurkan kaum Partisan adalah dengan menyingkirkan pemimpinnya sendiri, pribadi Tito! 

Untuk mencapai tujuan ini, sang Marsekal menyusun sebuah operasi berani yang diberi sandi Operasi Rösselsprung”. Sebuah batalyon pasukan payung elite Waffen-SS, yang terdiri atas 654 prajurit yang tangguh, dipersiapkan untuk diterjunkan di atas markas besar Tito sendiri. Mereka akan didukung oleh Divisi SS ‘Prinz Eugen’ yang terkenal kekejamannya dan unit-unit sebuah divisi Kroasia-Jerman serta barisan kaum Fasis Kroasia, Ustasa, maupun kelompok gerilyawan anti-Komunis Serbia yang pro-monarki, Cetnik. 

Tito sedang menyantap sarapannya saat serangan itu dilancarkan. Pada mulanya, kaum Partisan terguncang dengan serangan lintas udara yang tidak pernah mereka hadapi atau bayangkan itu. Namun mereka dengan cepat pulih dari keterkejutannya dan melancarkan perlawanan sengit terhadap para tamu yang tidak diundang itu. Akibatnya, banyak prajurit payung yang menjadi korban dari tembakan gencar lawan saat mereka turun dengan parasutnya ke bumi. Korban di pihak Jerman semakin membengkak ketika banyak pesawat layang yang membawa sebagian pasukan penyerbu salah mendarat atau mengalami kecelakaan. Diperkirakan lebih dari 10 persen pasukan penyerbu menjadi korban pada saat pendaratan, lebih besar daripada perkiraan Jerman.

Pasukan payung SS mengambil posisi di pos komando mereka di pemakaman kota sementara penerjunan gelombang kedua pasukan payung di Drvar berlangsung.

Sekalipun demikian, segera setelah mendarat pasukan payung Jerman, yang masing-masing membawa sebuah foto Tito, segera melancarkan serangan ke pusat kota Drvar. Seluruh penduduk kota bangkit melawan para penyerbu. Namun pasukan Jerman, yang unggul dalam persenjataan dan pelatihan, mampu merebut kota tersebut pada pukul 09.00, dan melancarkan operasi pembersihan dari rumah ke rumah. Sekitar 400 orang Yugoslavia, baik Partisan maupun sipil, ditangkap dan diinterogasi secara ekstensif untuk mencari tahu keberadaan Tito—tentu saja merupakan suatu hal yang sangat menyita waktu.

Namun kemudian komandan pasukan penyerbu, SS-Hauptsturmführer Kurt Rybka, mendapatkan laporan mengenai pertempuran sengit di kaki bukit di luar kota Drvar. Tahu bahwa ada sesuatu yang dipertahankan mati-matian oleh kaum Partisan, entah dokumen penting atau Tito sendiri, dia kemudian mengerahkan seluruh pasukannya ke tempat itu. Di gua di bukit itu, Tito sedang terpojok ketika tembakan senapan dan penyembur api pasukan payung SS menutup pintu masuk gua tersebut.  

Kabar mengenai terjepitnya posisi Tito membuat kaum Partisan yang berada di luar kota mengerahkan bala bantuan ke Drvar dan melancarkan serangan jarak dekat yang gila-gilaan terhadap pasukan payung, sehingga membuat Luftwaffe tidak mampu memberikan dukungan tembakan karena takut mengenai pasukan sendiri. Di tengah-tengah pertempuran sengit ini, Tito dan staf kecilnya berhasil meloloskan diri dengan tali melewati sebuah jalan rahasia yang menembus sisi lain bukit tersebut yang masih dikuasai kaum Partisan. Dari sana, dia berjalan kaki dan kemudian diangkut dengan kereta api Partisan sebelum diangkut dengan pesawat terbang Sekutu, yang khusus didatangkan untuknya, ke Italia.

Sementara itu, tidak tahu bahwa Tito berhasil lolos dari jerat mereka, pasukan payung Jerman terus bertempur di dekat gua Tito hingga bala bantuan Partisan yang terus mengalir ke Drvar mendesak mereka ke pemakaman kota. Dalam keadaan lelah dan kehabisan amunisi, sisa-sisa pasukan payung menghabiskan malam itu dalam pertempuran mati-matian yang ganas melawan gelombang serangan kaum Partisan yang berusaha menghabisi mereka. Dari 874 prajurit payung yang diterjunkan dalam dua gelombang di hari itu, hanya 250 orang yang masih dapat bertempur hingga pagi hari berikutnya tiba.

Ketika matahari terbit pada tanggal 26 Mei, Luftwaffe dapat menerbangkan kembali pesawat-pesawat terbangnya untuk memberikan dukungan bagi pasukan payung SS yang terkepung. Namun ternyata pada saat itu, kaum Partisan telah meninggalkan medan laga menuju kawasan hutan dan pegunungan di sekitar Drvar. Kedatangan bala bantuan dari Divisi SS ‘Prinz Eugen’ dan Divisi Kroasi-Jerman ke-373 akhirnya membebaskan pasukan yang terkepung dan Drvar pun jatuh ke tangan Jerman. Namun Tito telah lolos, dan satu-satunya hiburan bagi pasukan Jerman adalah keberhasilan mereka merampas seragam baru marsekal dari pemimpin Partisan itu, yang kemudian dikirimkan ke Wina untuk dipamerkan.

Sedikit hiburan bagi pasukan Jerman di Drvar: seorang prajurit memamerkan seragam Tito yang berhasil dirampasnya.

Tito sendiri kemudian dikirimkan oleh Inggris dari Italia ke Pulau Vis, sebuah pulau di lepas pantai Dalmatia yang diperkuat oleh Royal Navy dan dijadikan markas besar kaum Partisan. Sekalipun membuat Tito menangguhkan sebagian rencana taktis kaum Partisan untuk sementara, Operasi Rösselsprung” sama sekali tidak berpengaruh terhadap hasil keseluruhan perang pembebasan kaum Komunis di Yugoslavia.


Cerita selanjutnya dapat dibaca di buku Target: Tito



Kamis, 10 Juli 2014

Target: Tito



Penulis                    Nino Oktorino
Judul                        Target: Tito
Subjudul                 Kisah Operasi Militer Jerman Menyingkirkan Sang Pemimpin 
                                   Partisan Yugoslavia
Penerbit                  Elex Media Komputindo
Editor                       Eko Nugroho
Ukuran                    14 x 21 cm
Halaman                 176
ISBN                         9786020244815


"Bawa Marsekal TitoHidup atau Mari!"
-Adolf Hitler

Perlu sosok luar biasa untuk memenuhi tugas besar menyatukan sebuah negeri di bawah panji pembebasan. Tito adalah sosok itu di Yugoslavia yang terkoyak-koyak oleh perang saudara di tengah perang pembebasan rakyatnya untuk mengusir pendudukan Poros pada masa Perang Dunia II. Cita-citanya akan kemerdekaan, persamaan hak dan persaudaraan bagi semua etnis di Yugoslavia membuat kaum Partisan pimpinannya berkembang menjadi kelompok perlawanan terkuat di Eropa yang diduduki Nazi.

Sebegitu mengancamnya kekuatan Partisan terhadap kekuatan Nazi di Balkan sehingga di hari ulang tahunnya yang ke-52, Tito mendapat "hadiah" yang tidak menyenangkan dari Hitler, yaitu pasukan payung elitenya yang dikirim untuk melenyapkan pemimpin Partisan itu di markas besarnya sendiri .... 

Selasa, 10 Juni 2014

Perang Demi Perdamaian: Kisah Perang Yom Kippur 1973



Penulis                    Nino Oktorino
Judul                        Perang Demi Perdamaian
Subjudul                 Kisah Perang Yom Kippur 1973
Penerbit                  Elex Media Komputindo
Editor                       Eko Nugroho
Ukuran                    14 x 21 cm
Halaman                 224
ISBN                         9786020242804


"Inilah akhir dari Bait Allah Ketiga"

- Moshe Dayan kepada Golda Meir



Pada pukul 14.00 hari Sabtu, 6 Oktober 1973, tentara Mesir dan Suriah menghancurkan kekhusyukan Yom Kippur—Hari Penebusan Dosa Yahudi—ketika mereka menyerang posisi-posisi tentara Israel di Terusan Suez dan Dataran Tinggi Golan. Serangan mendadak yang dilakukan dengan gencar itu bahkan dikatakan lebih menghancurkan daripada serangan mendadak yang dilancarkan Jerman Nazi ke Uni Soviet dalam Operasi Barbarossa maupun serangan membokong Jepang di Pearl Harbor, karena serangan tersebut untuk pertama kalinya memaksa Israel berhadapan dengan ancaman nyata yang dapat menghancurkan eksistensi negara mereka.

Akankah kekhawatiran terburuk Israel terjadi? Akankah mereka mengalami nasib serupa seperti leluhurnya yang dihancurkan oleh kemaharajaan Babilonia dan Romawi? Inilah kisah tentang Yom Kippur, perang terbesar dari konflik Arab-Israel.

Kamis, 15 Mei 2014

Sieg Heil! Kisah Pendirian Reich Ketiga



Dari seorang prajurit tidak dikenal, dalam waktu sepuluh tahun saja dia berhasil menghipnotis sebuah bangsa besar yang berbudaya dan kemudian benar-benar memanipulasi seluruh sistem pemerintahan dan hukumnya untuk mendirikan sebuah rezim totaliter. Sieg Heil!: Kisah Pendirian Reich Ketiga merupakan sebuah buku yang mengulas bagaimana strategi dan intrik Hitler untuk berkuasa di Jerman.

Judul                 Sieg Heil - Kisah Pendirian Reich Ketiga
Penulis              Nino Oktorino
Editor                Eko Nugroho
ISBN/EAN       9786020240275 / 9786020240275
Penerbit            PT Elex Media Komputindo
Jumlah Hlm.     160
Tahun Terbit    2014

Selasa, 18 Maret 2014

Meine Ehre heißt Treue



Para `Malaikat Hitam" Hitler, demikian julukan tak resmi yang diberikan kepada Divisi SS ’Leibstandarte’. Divisi ini menjadi sangat terkenal bukan hanya karena pengalaman tempurnya di hampir semua front Eropa dan front Timur, melainkan juga karena divisi ini boleh dikatakan sebagai "para tukang pukul pribadi Hitler yang setia sampai mati.` Tumbuh dan matinya divisi ini mengiringi tumbuh dan tumbangnya Reich Ketiga di Jerman. Mereka adalah pasukan tempur yang benar-benar hanya setia kepada Hitler sesuai semboyannya: ”Kehormatanku adalah kesetiaanku.”



Judul                 Meine Ehre heißt Treue: Kisah Divisi SS Leibstandarte
Penulis              Nino Oktorino
Editor                Eko Nugroho
ISBN/EAN       9786020235707 / 9786020235707
Penerbit            PT Elex Media Komputindo
Jumlah Hlm.     212
Tahun Terbit    2014